Bagaimana Memperbaiki Undang-Undang Hak Cipta

Abstract

Akhir-akhir ini, ruang publik dipenuhi perdebatan mengenai hak cipta, terutama dipicu oleh konflik antara para pencipta lagu yang tergabung dalam AKSI dan para penyanyi dari VISI. Perselisihan ini mencuat akibat sejumlah peristiwa sebelumnya, seperti polemik antara Rieka Roslan dan The Groove, Once dan Ahmad Dhani, hingga Posan Tobing dan Kotak. Uniknya, kedua belah pihak sama-sama menggunakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai dasar argumentasi, bahkan sering merujuk pada pasal yang sama dengan penafsiran berbeda. Fenomena ini menunjukkan adanya celah dalam konstruksi hukum hak cipta yang memungkinkan multitafsir. Artikel ini tidak bertujuan untuk membahas konflik personal, melainkan mengajak pembaca mengkaji akar masalahnya dan mendorong penyusunan revisi UU Hak Cipta secara komprehensif. Metode ROCCIPI (Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest, Process, Ideology) ditawarkan sebagai pendekatan analitis dalam menyusun Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang yang lebih inklusif dan adil. Artikel ini juga menekankan pentingnya peran akademisi hukum dalam proses legislasi, agar produk hukum tidak lagi dikendalikan oleh kepentingan sempit kelompok tertentu, tetapi benar-benar mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh pemangku kepentingan.